![]() |
(Kiri foto Al-Shuwehdy, kanan foto Muammar Gaddafi) |
Pada tahun 1984 Al-Sadek Hamed Al-Shuwehdy (atau Sadiq Hamed Shwehdi) ia adalah seorang pelajar Libya dan insinyur penerbangan, Al-Shuwehdy telah kembali dari Amerika tiga bulan sebelumnya tempat di mana dia belajar, dan ketika pulang ia mulai memprotes pemerintah rezim Muammar Gaddafi. Saat bekerja sebagai insinyur di bandara, ia bergabung dengan teman-temannya yang berkampanye melawan Gaddafi. Polisi Libya kemudian menangkapnya di rumahnya dia akan diadili, setelah beberapa bulan kemudian proses persidangan dan eksekusi tersebut dilaksanakan, dan disaksikan di dalam stadion bola basket di Benghazi oleh ribuan pemuda, khususnya siswa SMA dan para mahasiswa, yang secara khusus memang dihadirkan untuk menyaksikan proses eksekusi tersebut.
![]() |
(Al-Shuwehdy memohon kepada hakim agar dirinya tidak dieksekusi) |
Al-Shuwehdy sendirian di tengah stadion, dengan kedua tangan terikat di belakang punggung, sambil menangis ketika ia mengakui kejahatannya bergabung dengan "anjing liar", istilah rezim untuk pembangkang, sebelum dijatuhi hukuman mati. Sebelumnya dia dituduh berencana membunuh Muammar Gaddafi, pengadilan menggambarkan dia sebagai "seorang teroris dari Ikhwanul Muslimin, agen Amerika". Dua pemuda berlari ke arah hakim dan memohon belas kasihan kepada Al-Shuwehdy namun semua itu percumah, dan kemudian tiang gantungan dipasang di tengah lapangan basket. Eksekusi tersebut disiarkan langsung di televisi pemerintah yang artinya masyarakat Libya pada saat itu bisa menyaksikan proses eksekusi tersebut.
![]() |
(Foto Huda Ben Amer di lokasi eksekusi Al-Shuwehdy) |
Pada saat Al-Shuwehdy mulai di gantung ia mulai menendang dan menggeliat di tiang gantungan, tali mulai mencekiknya perlahan-lahan, seorang peserta perempuan yang bernama Huda Ben Amer langsung turun ke sana dan keluar dari kerumunan ia menarik kaki Al-Shuwehdy dengan sangat kuat untuk cepat menghabisinya hingga kakinya patah, serta Al-Shuwehdy meregang nyawa di sana. Keluarga Al-Shuwehdy tidak pernah menerima jenazah dari mendiang, pelayat yang kemudian tiba di rumah Al-Shuwehdy mereka akan di intimidasi secara fisik, anggota keluarganya juga mengalami diskriminasi juga kesulitan mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan pendidikan di universitas.
Film persidangan dan eksekusinya ditemukan kembali pada tahun 2011 selama Perang Saudara Libya oleh Peter Bouckaert, seorang peneliti Human Rights Watch. Bouckaert dibantu oleh fotografer Inggris Tim Hetherington itu adalah proyek terakhir yang Hetheringon kerjakan pada saat sebelum kematiannya. Persidangan tersebut disaksikan langsung di televisi oleh banyak warga Libya tetapi belum pernah dilihat secara penuh sejak tahun 1984. Rekaman persidangan tersebut diberikan kepada Brouckaert oleh saudara laki-laki Shwehdi, Ibrahim, yang memberikan empat kaset video Beta untuk digitalkan dan disimpan.
![]() |
(Foto Huda Ben Amer kiri saat melihat eksekusi Al-Shuwehdy, kanan kurang diketahui tahun kapan foto ini diambil) |
Ada yang cukup menarik
dari proses eksekusi tersebut ketika si peserta perempuan yang bernama Huda Ben
Amer langsung turun ke sana, dan keluar dari kerumunan ia menarik kaki
Al-Shuwehdy dengan kuat hingga patah untuk cepat menghabisinya. Perwujudan
kekejamannya, yang kemudian dia banggakan dia dikenang di Benghazi dengan
ucapannya "Kita tidak perlu bicara, kita perlu digantung." Membuatnya
mendapat kebencian abadi dari masyarakat Benghazi, dan mendapat julukan Huda
Al- Shannaga atau "Huda sang Algojo". Namun, hal ini membuat Gaddafi
terkesan, yang pada saat itu Gaddafi menyaksikan eksekusi tersebut melalui
siaran langsung di TV. Huda Ben Amer kemudian dipromosikan ke jabatan tinggi
oleh Gaddafi ke dunia pemerintahan, termasuk dua kali menjadi Walikota
Benghazi, dan anggota terkemuka Legiun Thoria, komite revolusioner Gaddafi.
Akhirnya dia menjadi orang favorit Gaddafi, dan menjadi salah satu wanita
terkaya dan berkuasa di Libya.
Kemudian pada bulan
Maret 2011, dia terlihat di samping Gaddafi dalam salah satu pidatonya di
televisi. Saat terjadinya pemberontakan nasional di awal tahun 2011, kini
rakyat Libya mencari keadilan setelah Huda Ben Amer, salah satu perempuan
paling ditakuti dan dicerca di negaranya, ketika pemberontak menguasai
Benghazi, kota pertama di Libya yang bangkit melawan Gaddafi, mantan walikota
Huda mencoba melarikan diri tetapi ditangkap, dipenjarakan oleh Dewan Transisi
Nasional dan menunggu persidangan akhirnya. Massa menyerbu kediaman Ben Amer
yang rumahnya besar berwarna putih tempat dia tinggal di bawah rezim Gaddaffi
di Benghazi, mereka membakarnya hingga rata dengan tanah.